Rabu, 13 Oktober 2010

SEJARAH FILM DOKUMENTER

           Peneliti Auguste dan Louis Lumière dari Perancis ( berurutan Okt 1862 – Apr 1954 dan Okt 1864 – Jun 1948 ) dianggap sebagai pihak yang pertama kali membuat film dokumenter.  Dengan menggunakan kamera film temuan mereka yang diberi nama Cinematographe ( istilah ‘cinema’ dan ‘cinematography’ berakar dari nama ini), film “La Sortie des ouvriers de l’usine Lumière” atau “Para Pekerja Meninggalkan Pabrik Lumière” adalah film dokumenter pertama yang pernah dibuat manusia. Film itu mereka buat di tahun 1895. Pada tahun 1896 mereka memproduksi lebih dari 40 judul film dokumenter yang antara lain menceritakan tentang kedatangan kereta api, permainan kartu, pandai besi si pekerja keras, menyusui bayi, prajurit berbaris, dan kegiatan di jalanan kota.
            Walau demikian ada sanggahan lain yang mengatakan bahwa asal muasal film dokumenter adalah gerak kaki-kaki kuda. Pasalnya, lebih awal dari ketika Lumière bersaudara menciptakan kamera film dan membuat film dokumenter pertamanya, seorang mantan Gubernur Kalifornia di AS pada tahun 1871 membuat serial foto gerakan-gerakan berbeda dari kaki-kaki kuda miliknya ketika si kuda berlari. Dia melakukannya untuk kajian pribadi tentang kuda, dengan cara memasang 14 kamera foto yang dijepret secara simultan bergantian selama kuda berlari. Tentu saja, hasil dari karya ini adalah serial still pictures dan bukan sebuah film. Menurut pendapat saya dengan definisi dan dari sudut pandang apapun, kita tidak bisa menganggapnya sebagai film dokumenter.
            Sebenarnya, sejarah film dokumenter adalah sedini sejarah pembuatan film itu sendiri. Peristiwa-peristiwa besar seperti perang, revolusi, penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi, atau perkembangan kehidupan masyarakat, direkam dengan sudut pandang film jenis ini. Misalnya Revolusi Bolshevik di Rusia, oleh penguasa dibuat film dokumenter untuk tujuan propaganda. Seorang sutradara AS Robert Flaherty membuat  “Nanook of the North”,  sebuah film dokumenter yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Eskimo berdasarkan pengalaman pribadi Flaherty tinggal selama 16 bulan bersama mereka. Film ini kemudian menjadi kiblat pembuatan banyak film dokumenter lain. Bruce Woolfe, seorang sutradara Inggris membuat serial dari kompilasi film selama Perang Dunia I. Karyanya kemudian diyakini sebagai film dokumenter pertama yang didasarkan pada interpretasi sejarah yang terungkap dari bahan-bahan berita. Kulturfilme, sebuah lembaga film Jerman, pada tahun 1925 memproduksi “Ways to Health and Beauty” ( Wege zu Kraft und Schönheit  ).
            Di Inggris dengan dipelopori oleh Grierson, film-film dokumenter sangat mempengaruhi pembuatan film dunia di dekade 1930an. Film-film karya Grierson antara lain “Drifters” ( menceritakan kehidupan para nelayan ikan hering di Inggris, dibuat 1929 ), dan “Night Mail” ( tentang kereta api malam yang mengirim pos dari London ke Edinburgh, 1936 ).
            Perang Dunia II telah mendorong diproduksinya banyak film dokumenter. Setelah menasionalisasi perusahaan film, penguasa Nazi Jerman memproduksi film-film dokumenter untuk tujuan propaganda. Di AS sejak tahun 1942 sampai dengan 1945, Frank Capra memproduksi serial dokumenter “Why We Fight”. Serial film dokumenter ini diperuntukkan Korps Sinyal AD AS. Beberapa film dokumenter asal Inggris dalam periode Perang Dunia Kedua antara lain “London Can Take It” (1940),  “Target for Tonight” (1941), dan “Desert Victory” (1943). Setelah masa perang usai, Lembaga Film Kanada berhasil mengubah film edukasi menjadi daya tarik bagi penonton secara nasional.
            Film dokumenter juga menjadi popular sebagai program televisi sejak akhir dekade 1960an dan awal 1970an. Dalam hal di Indonesia,  perkembangan ini dipelopori oleh satu-satunya stasion televisi yang  ada saat itu dan secara ketat diawasi pemerintah, yaitu TVRI, sebagai corong propaganda rejim otoritarian Orde Baru. Bersama PFN dan BSF, salahsatu produk “film dokumenter” pemerintah yang wajib tonton bagi pelajar tiap tahun adalah “Pengkhianatan G30S/PKI” yang tiap tahun ditayangkan oleh TVRI. Film ini disutradarai Arifin C.Noer, menceritakan interpretasi penguasa dan Arifin C.Noer tentang malam tanggal 30 September 1965, yang menentukan garis nasib bangsa Indonesia 33 tahun kemudian.
            Setelah kejatuhan rejim Soeharto di tahun 1998, stasion televisi berita pertama didirikan pada tahun 2001. MetroTV, stasion televisi berbasis berita tersebut memperkenalkan film-film dokumenter melalui program-program televisinya, termasuk yang terkenal adalah sebuah program berbasis beasiswa pembuatan film dokumenter untuk generasi muda, ‘Eagle Award’.  Puluhan film dokumenter telah dihasilkan dari program ini, diproduksi oleh para sineas muda dari seluruh Indonesia.  Bertahun kemudian setelah MetroTV, sebuan stasion televisi berita TVOne didirikan oleh keluarga Bakrie,  konglomerat dari Sumatra Selatan. Mengikuti jejak MetroTV, stasion televisi ini juga menyiarkan beberapa program film dokumenter di sepanjang hari siarannya.
            Upaya-upaya nyata dua stasion televisi di Indonesia dalam memperkenalkan film dokumenter dengan cara ajakan untuk menonton maupun membuat ini, telah berhasil meningkatkan minat ke genre film ini di Indonesia. Komunitas-komunitas film dokumenter berdiri di seluruh pelosok Indonesia. Apresiasi masyarakat bertumbuh, terlihat dari minat yang semakin meningkat setiap perhelatan film dokumenter diselenggarakan.

1 komentar: